9 Kesalahan dalam Mengasuh Anak Balita

Kadang anak balita sangat lucu dan menggemaskan, tetapi ada saat-saat mereka sangat menjengkelkan dan Anda ingin menghukumnya. Anak balita bukan seperti mainan yang datang dengan buku manual dan cara pengoperasian. Menjadi orangtua, seperti sering diucapkan oleh orang bijak, adalah pekerjaan yang tak pernah ada hentinya. Berikut adalah 9 kesalahan yang umum dilakukan orangtua kepada anak balitanya:
1. Tidak konsisten
Pernah menyaksikan program Nanny 911 atau Super Nanny? Terlihat betapa sulitnya si kecil diajak kerja sama dan sulitnya mereka menurut jika Anda tidak konsisten dengan perkataan? Ya, anak balita harus mulai belajar mengenai konsekuensi sejak awal. Ia harus mengetahui apa yang akan didapatkan jika tidak pergi mandi atau tidur pada waktu yang seharusnya. Semakin konsisten dan bisa ditebak apa yang akan ia alami jika peraturan tak dipatuhi, semakin mudah anak diajak kerja sama.

Maka, buatlah rutinitas yang tetap untuk si anak. Membuat konsistensi untuk orangtua atau pengasuh anak bisa menjadi tantangan yang amat sulit. Upayakan untuk tidak mencoba melakukan negosiasi dengan anak. Ragu-ragu apa yang harus dilakukan untuk menghadapi anak yang membandel dan tidak menuruti aturan? Duduklah bersama pasangan Anda sejak awal dan bicarakan bagaimana merespons anak yang tak mematuhi peraturan agar si anak tidak mendapat pesan yang salah dan mengadu domba orangtuanya.

2. Terlalu fokus pada waktu keluarga
Memang, menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga adalah hal baik, tetapi ada keluarga tertentu yang terlalu mengultuskan hal ini. Padahal, ada kalanya si anak ingin merayakan waktu pribadi dengan orangtuanya, hanya berduaan atau bertigaan. Waktu berduaan dan pribadi bisa menjadi hal menyenangkan bagi anak dan orangtuanya karena tak ada persaingan di antara saudara kandung. Cara yang bisa mengikat hubungan orangtua adalah bermain bersama.

3. Terlalu sering menawarkan bantuan
Beberapa orangtua menganggap si anak balita masih seperti bayi yang belum mengerti banyak hal sehingga mereka lebih sering memberikan bantuan untuk segala macam. Sebelum menawarkan bantuan, pikirkan kemungkinan bahwa si anak akan berpikir bahwa memberikan bantuan kepada si kecil, itu berarti ia tak bisa melakukannya sendiri. Dengan kata lain, si kecil tak berkompeten. "Orangtua yang menawarkan terlalu banyak bantuan kepada anak balitanya bisa menyabotase kemampuan anak untuk percaya akan kemampuan dirinya sendiri," terang Betsy Brown Braun, penulis You're Not the Boss of Me. Kita harus membuat anak mampu berjuang sendiri. Tentu tak ada salahnya memberikan pujian dan dorongan, seperti mengatakan, "Kamu pasti bisa melakukan hal ini."

4. Terlalu banyak bicara
Perlu diingat, anak balita bukanlah orang dewasa dalam tubuh kecil. Mereka belum paham bagaimana cara berpikir dengan logika. Bayangkan, jika anak berusia 2 tahun minta kue, dan si orangtua menjawab "tidak", lalu si anak merengek, si ibu menjelaskan bahwa sudah saatnya makan malam, si ibu pun menarik kuenya, lalu mencoba menjelaskan lagi, dan si anak pun merampas, lalu berulang terus.

Yang seharusnya dilakukan orangtua adalah setelah memberi tahu si anak untuk melakukan sesuatu, jangan memaksa untuk menjelaskan segalanya atau mencoba melakukan kontak mata. Jika si anak tak mau mematuhi, berikan peringatan dengan kata-kata sedikit atau hitung hingga 3. Jika si anak masih melanggar, lakukan time out atau konsekuensi langsung. Tanpa penjelasan!

5. Hanya menghidangkan makanan khusus anak
Si kecil sulit diberikan makanan orang dewasa? Atau ia hanya mau makan makanan ringan untuk anak-anak? Hal ini bisa terjadi karena kebiasaan. Cobalah mengajak anak mengonsumsi apa yang Anda makan di meja makan jika ia seharusnya sudah siap makan makanan berat. Banyak anak sudah mau mencoba makanan baru jika ia melihat ayah dan ibunya menikmati makanan itu. Jika ia menolaknya, tetap sodorkan kembali. Beberapa anak balita harus mencoba banyak tipe makanan hingga mereka memutuskan mereka menyukai makanan itu.

Braun mengatakan, banyak anak suka keributan gara-gara makanan. Asalkan ada makanan pada piring si anak, jangan khawatir. Jangan biarkan si anak menjadikan Anda koki khusus untuknya yang menyajikan makanan berbeda daripada yang lain, padahal ia sudah bisa mengonsumsi makanan yang sama dengan orang dewasa.

6. Terlalu dini menyingkirkan tempat tidur bayi
Tempat tidur khusus untuk bayi bukan hanya dibuat untuk menjaga keamanan si bayi saat tertidur, tetapi juga untuk membuat kebiasaan tidur yang sehat. Saat anak terlalu dini dipindahkan ke kasur, mereka bisa sulit tidur, kadang di pengujung malam, mereka akan datang ke kamar orangtuanya, minta ditemani. Saat yang tepat untuk memindahkan anak ke tempat tidur besar adalah saat ia sudah mulai memanjat ingin keluar dari tempat tidurnya atau saat ia sudah minta keluar dari tempat tidurnya tersebut. Kebanyakan anak sudah siap pindah di antara rentang usia 2-3 tahun.



7. Memulai latihan menggunakan toilet terlalu awal

Beberapa orangtua memaksa anaknya menggunakan toilet saat dirasa si anak harusnya sudah belajar, padahal bisa saja si anak belum mau, dan ini bisa mengakibatkan tarik ulur kekuatan. Anak akan belajar menggunakan toilet saat mereka siap dan prosesnya tidak harus diburu-buru. Namun, Anda bisa siapkan langkah-langkahnya. Tunjukkan toilet kepada anak, beri tahu fungsinya dan cara penggunaannya. Beri pujian jika si anak mau mencoba menggunakannya.

8. Tidak membatasi jam nonton televisi
Banyak anak balita menghabiskan waktunya untuk menonton televisi. Hal ini bisa membuatnya sulit belajar. Studi mengatakan bahwa anak di bawah usia 2 tahun sebenarnya belum paham apa yang ditayangkan di televisi atau monitor komputer. Coba buat si kecil sibuk dengan kegiatan lain, seperti membaca bersama atau kegiatan kreatif lainnya. Coba lakukan perbincangan dan mendengarkan agar si kecil bisa belajar berkomunikasi.

9. Mencoba menghentikan rengekan besar
Beberapa orangtua khawatir, jika si anak yang tak bisa diatur akan membuatnya terlihat seperti orangtua yang tidak efektif. Namun, ada kalanya si anak akan melakukan rengekan besar. Ketika mereka melakukan hal tersebut, percuma kita meminta mereka berhenti melakukannya, bahkan jika hal tersebut terjadi di depan orang banyak.

"Saat tantrum terjadi di depan orang banyak, kita akan merasa seperti dihakimi. Kita merasa ada papan neon di atas kita yang mengatakan bahwa kita adalah orangtua yang tak kompeten," ungkap Braun. Padahal, para orangtua harusnya ingat, yang lebih penting adalah apa yang terjadi pada si anak, bukan pendapat orang lain, apalagi orang asing. Jika ini terjadi, cobalah membawa si anak ke lokasi yang sepi agar si kecil berhenti berteriak dan mengeluarkan emosinya. Ketika hal ini selesai, Braun menyarankan agar Anda menawarkan pelukan untuk si anak dan jalani lagi hari Anda.

sumber : http://female.kompas.com